Kamis, 05 Januari 2012

ANTROPOLOGI PUSKESMAS DENGAN PUSKESMAS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar  Belakang
Dalam sistem medis tradisional, manusia banyak menghubungkan penyakit dengan hal-hal gaib. Misalnya karena gangguang roh jahat, dan lain-lain. Maka manusia pun pergi ke dukun-dukun dan melakukan berbagai ritual untuk mengusir roh jahat tersebut. Saat ini kita telah banyak mengenal sistem medis modern. Namun, apakah sistem medis modern ini juga merupakan sistem yang efektif untuk mencari kesembuhan?, khususnya bagi masyarakat yang jauh dari hirup pikup kota mereka menuju rujukan pertama yaitu puskesmas.
Upaya kesehatan perorangan di puskesmas terkait dengan perilaku sakit dan perilaku pencarian pengobatan pada orang sakit. Pengertian sakit (illness) berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, sedangkan penyakit (disease) berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ tubuh berdasarkan diagnosis profesi kesehatan (Rosenstock, 1974). Sakit belum tentu karena penyakit, tetapi selalu mempunyai relevansi psikososial. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mencari sumber pengobatan yang sesuai (Kasl, 1966).
Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas masalah antropologi kesehatan pada puskesmas yang merupakan tempat rujukan utama pelayanan kesehatan khususnya bagi masyarakat dipedesaan yang dikarnakan banyak faktor penunjang sebagai pelayanan yang mendasar untuk penyembuhan.


1.2  Tujuan
a.       Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menggali tentang edukation antropologi yang mempelajari pusat kesehatan rujukan utama yaitu PUSKESMAS sebagai tempat rujukan utma pelayanan kesehatan khususnya dipedesaan.
b.      Tujuan khusus
Agar kita semua mampu mempelajari perkembagan ilmu pengetahauan yang semakin canggih karena antroplogi bergulir seiring berjalannya zaman.
1.3  Manfaat
Adapun manfaat dari materi ini adalah untuk memahami pentingnya menelusuri pola-pola prilaku sehat dan sakit khususnya dipedesaan yang merujuk ke PUSKESMAS sebagai bentuk pelayanan utama dan mengetahui apakah ada perubahan prilaku terdahulu dengan sekarang.

 BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian antropologi kesehatan
Foster and Anderson  (1996 ) antropologi kesehatan adalah disiplin ilmu yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio  budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentangg cara-cara interaksi antara keduanya  disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia.
Rudolf Virchow, ahli patologi Jerman terkemuka, yang pada tahun 1849 menulis apabila kedokteran adalah ilmu mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka apa pula ilmu yang merumuskan hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial,  untuk menjadikan efektif hal-hal yang  inheren dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran dapat melihat struktur sosial yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran dapat ditetapkan sebagai antropologi.Tahun 1963Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul “Antropologi Kesehatan”dan Paul membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat.
2.2 Pengertian Puskesmas
            Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah desa/kelurahan atau dusun (Depkes, 2003).
2.3  Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer
Foster (1981) mengembangkan Pelayanan Kesehatan Primer (PKP) sesudah dikenal sebagai Primary Health Care (Alma Alta 1978). Deklarasi ini bertujuan untuk mengurangi ketidakadilan pada sistem pelayanan kesehatan nasional negara berkembang seperti Indonesia.
Deklarasi ini juga menetapkan bahwa kesehatan adalah suatu hak asasi manusia dan upaya meningkatkan derajat kesehatan setinggi mungkin merupakan tujuan sosial yang penting.
Puskesmas adalah satu bidang perhatian antara kesehatan terapan ,Primary Health Care/PKP, merupakan integrasi antara segi biomedisin penyakit umum dan pencegahan penyakit dalam rangka penanggulangan masalah-masalah kesehatan dan peningkatan tingkat kesehatan penduduk melalui PKM, posyandu, dasawisma maupun program KB
2.4 Visi Puskesmas
     Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat . Kecamatan sehat mencakup empat indikator utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
2.5 Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat. Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat (Depkes, 2003).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perumusan Masalah
Puskesmas merupakan kontak tingkat pertama dari individu, keluarga, dan komunitas dengan sistem kesehatan nasional yang membawa pelayanan kesehatan sedekat mungkin pada kehidupan dan pekerjaan penduduk. Membentuk unsur pertama (dasar) dari suatu proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.
Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup tiga sektor yang saling berkaitan yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Perilaku berobat umumnya dimulai dari pengobatan sendiri, kemudian apabila tidak sembuh dilanjutkan ke pengobatan medis atau pengobat tradisional. Demikian juga dari pengobatan medis dapat dilanjutkan ke pengobat tradional, atau sebaliknya.
      Dalam upaya penanggulangan penyakit anak balita umumnya penduduk di daerah pedesaan memilih pengobatan sendiri bila sakit untuk tingkat keparahan ringan, pengobatan medis untuk tingkat keparahan sedang, dan pengobat tradisional untuk tingkat keparahan berat (Kasniyah, 1983).
      Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional 2003 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan sebelum survai dilakukan sebesar 23,92%. Perilaku pencarian pengobatan rawat jalan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit 33,11% memilih berobat jalan ke puskesmas, sisanya melakukan pengobatan sendiri, pengobatan medis, pengobat tradisional dan tidak berobat (BPS, 2003). Masalah penelitian adalah belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penduduk yang mengeluh sakit memilih rawat jalan dan rawat inap di puskesmas.
3.2 Antropolgi dengan pelayanan kesehatan primer ( PUSKESMAS )
Dalam hal ini antropologi mencoba menelisik megenai pola pelayanan kesehatan primer ( PUSKESMAS ) bahwa puskesmas hanya memberikan pelayanan pada rujukan pertama yang terdapat di pedesaan atau terletak dikecamatan yang tidak kompleks.Tak jarang juga ada puskesmas yang mempunyai fasilitas terpenuhi karena merupakan tempat rujukan yang mendasar atau utama, namun ada beberapa puskesmas juga yang telah menyediakan rawat inap. Namun Puskesmas juga merupakan alternatif yang cukup membantu bagi masyarakat dipedesaan karena terjangkau terkecuali harus dilakukan rujukan lanjut yaitu RUMAHSAKIT, apabila dipuskesmas tidak mampu lagi menanganinya.
            Antroplogi juga menemukan bahwa masyarakat desa juga tak semuanya mau bertindak cepat untuk datang ke Puskesmas karena pengetahuan yang kurang karena kurang tersentuh dengan promosi kesehatan, sikap dan kepercayaan yang kurang terhadap pelayanan kesehatan.
Masalah-masalah, kendala, potensi, perubahan baik yang bersumber pada penduduk resipien maupun yang bersumber pada institusi pemberi pelayanan atau komunikator gagasan, nilai & perilaku menguntungkan kesehatan tersebut.
Sistem kebudayaan kesehatan tradisional komunitas resipien (khusus)
Sistem institusi formal pemberi pelayanan kesehatan biomedis
Interaksi pelayanan antara petugas kesehatan & pasien Anggota-anggota komunitas resipien lainnya, sarana program PKP.
3.3 Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Prilaku Pasien Yang berobat ke Puskesmas
Adapun dalam hal ini antropologi mencoba menelti dan melihat  beberapa faktor pendukung pada prilaku pasien yang berobat kepuskesmas, Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai berikut. 
a.       faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
b.      faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada, dan penanggung biaya berobat.
c.       faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.
            Berdasarkan teori tersebut antropologi menemukan konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penduduk sakit mencari pengobatan ke puskesmas yaitu karena  usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tempat tinggal dipedesaan serta karena kebutuhan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa antropologi mencoba mempelajari kaitannya dengan pelayanan kesehan primer ( PUSKESMAS ) dan megerti  Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat di puskesmas adalah belum/ tidak bekerja, status ekonomi tidak mampu, tempat tinggal di pedesaan dan tidak ada penanggung biaya berobat. Disamping itu juga melihat perkembangan sekarang pada usaha pemerintah yang berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya bagi masyrakat yang kurang mampu yakni program BLT dan Askes supaya bias meringankan bagi mereka.
4.2 Kritik dan Saran     
 Disarankan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada penduduk berpendidikan rendah, tidak bekerja, status ekonomi tidak mampu, tempat tinggal di pedesaan, dan membayar sendiri biaya pengobatan, peran puskesmas menjadi sangat penting. Penetapan retribusi untuk pasien rawat jalan dan biaya rawat inap sebaiknya tidak menjadi hambatan bagi mereka yang paling membutuhkan pelayanan puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
a.      Andersen R. 1968. A Behavioral Model of Families Use of Health Services. Research Series 25, The University Chicago.
b.      Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics) 2002. Jakarta, 2003: 70-91. 
c.       Depkes, 2003. Kebijakan dasar Puskesmas (Menuju Indonesia Sehat 2010). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
d.      Kalangie, Nico S, 1984. “The Hierarchy of Resort to Medical Care Among the Serpong villagers in West Java”. Dalam Seminar Peranan Univesitas Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Untuk Menunjang Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta: 43-48.
e.       Kasl, Stanislav & Sidney Cobb, 1966. “Health Behavior, Illness Behavior and Sick Role Behavior”. Dalam  Archives of Environmental Health, 12: 246-266.    
f.       Kasniyah, Naniek, 1983. Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Sistem Pengobatan, Khususnya Penanggulangan Penyakit Anak-anak balita Pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Tesis Program Studi Antropologi Kesehatan, UI, Jakarta: 90. 
g.      Rosenstock, Irwin M., 1974. The Health Belief and Preventive Health Behavior. Health Education Monograph, 2(4): 354.
h.      Soesmaliyah Soewondo, dkk, 1983. Pemanfaatan Puskesmas Ditinjau dari Aspek Sosiologi dan Aspek Psikologi. Laporan Penelitian Lembaga Riset Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.







Senin, 02 Januari 2012

makalah keperawatan king


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Salah satu komponen penting pengembangan disiplin keperawatan adalah riset keperawatan, karena riset keperawatan sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan dan mengembangkan atau menvalidasi teori yang sangat dibutuhkan sebagai landasan dalam praktek keperawatan serta pengembangan tubuh ilmu pengetahuan keperawatan (Body of Knowledge).
Masalah yang muncul adalah apabila peneliti kurang tepat dalam menyusun kerangka kerja teori/konsep sesuai dengan variabel yang akan diteliti, sehingga hasil penelitian akan kurang bermakna dalam perkembangan tubuh ilmu pengetahuan keperawatan (Body of Knowledge) dan akan mempengaruhi penerapannya dalam praktek keperawatan.
Untuk menghindari hal tersebut, sebelum suatu teori diterapkan pada praktek keperawatan tertentu dan dipergunakan peneliti sebagai kerangka kerja teori/konsep dari suatu riset keperawatan, sangat perlu terlebih dahulu dilakukan Theory Analysis. Pada dasarnya Theory Analysis mempunyai prosedur antara lain origins, meaning, logical adequacy, usefulness, generalizability, parsimony dan testability yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan, keterbatasan dan manfaat dari teori tersebut sehingga dapat dipertimbangkan untuk tambahan pengujian atau validasi.
Dalam tulisan ini mencoba untuk menyajikan hasil analisa Theory of Goal Attainment yang diperkenalkan oleh Imogene M. King pada tahun 1971. Teori pencapaian tujuan merupakan teori yang bersifat terbuka dan dinamis, dengan sembilan konsep utama yang meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stress, tumbuh kembang, waktu dan ruang (Marriner, A. 1986).
1.2 tujuan
a.      Tujuan umum
Agar kita mampu memahami konsep keperawatan Imogene M King.
b.      Tujuan khusus
Tujuan dari Imogene M King adalah:
1.      Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positip terhadap lingkungan.
2.      Tujuan perawatan “ menolong individu mempertahankan kesehatannya sehingga mereka dapat berfungsi dalam peran-peran mereka ”.


BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 THEORY OF GOAL ATTAINMENT (1971)
King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa teman sejawat dan menghadiri beberapa konferensi serta alasan-alasan induktif dan deduktif dari beberapa pemikiran-pemikiran kritis. Dari informasi yang terkumpul tersebut, kemudian King memformulasikan kedalam suatu kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) pada tahun 1971. King mengidentifikasi kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) sebagai sebuah kerangka kerja sistem terbuka, dan teori ini sebagai suatu pencapaian tujuan. King mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya, bahwa manusia seutuhnya (Human Being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya. Asumsi yang lain bahwa keperawatan berfokus pada interaksi manusia dengan lingkungannya dan tujuan keperawatan adalah untuk membantu individu dan kelompok dalam memelihara kesehatannya.
A.Sumber Teori (Origins).
Dalam menemukan teori, King secara bertahap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dimulai pada periode 1961-1966, yaitu tentang “Konsep Umum dari Perilaku Manusia” (General Concepts of Human Behavior). Ini merupakan konseptual yang dihasilkan melalui penelaahan literatur. Pada tahun 1966- 1968, ia mengeluarkan artikel yang berjudul “Kerangka Kerja Konseptual Keperawatan” (A Conceptual Framework for Nursing). Selanjutnya pada tahun 1968-1972 King menyimpulkan teori keperawatan sebagai berikut:
a.       Gambaran yang sistematis dari keperawatan adalah syarat mutlak untuk mengembangkan keperawatan.
b.      Pada periode ini pula (1971) ia mengatakan, perawat adalah individual dan professional tetapi keperawatan belum sebagai ilmu. Pada tahun 1980-1981 mempublikasikan teori keperawatannya “sebagai suatu sistem, konsep dan proses”.
c.       Pada suatu pertemuan King mengatakan “teori sistem dari ilmu perilaku mendukung pengembangan interaksi yang dinamis”.
King megidentifikasi sistem yang dinamis dalam tiga sistem interaksi:
1.       personal systems (individuals).
2.      interpersonal systems (groups).
3.      social systems (keluarga, sekolah, industri, organisasi sosial, sistem pelayanan kesehatan, dll) yang disebut dengan Dynamic Interacting Systems.
Hal ini timbul dari asumsi dasar King bahwa jika tujuan keperawatan concern terhadap pencapaian tujuan dari setiap individu dan kelompok serta suatu alasan yang dapat diterima, berarti hal ini merupakan suatu sistem yang terbuka dan pada akhirnya kerangka kerja konseptual harus diorganisir untuk menggabungkan ide-ide. Menurut King sistem interaksi yang dinamis digambarkan sebagai proses interaksi manusia sebagai individu, kelompok dan masyarakat dengan lingkungannya sebagai sistem yang terbuka dan berorientasi pada pencapaian tujuan (Goal Attainment). Konsep utama dari teori Goal Attainment meliputi: interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stress, tumbuh kembang, waktu dan ruang (Marriner,A. 1986). Teori King merupakan model teori induktif yang memformulasikan teorinya melalui studi leteratur, diskusi, penelitian dan lain-lain. Makna (Meaning).

B. Makna
King mendefenisikan teorinya sebagai serangkaian konsep yang saling berhubungan dengan jelas dan dapat diamati dalam praktek keperawatan. Teori ini membangun tubuh ilmu pengetahuan keperawatan (Body of Knowledge), yang diperkuat oleh dua metode:
1.      Teori keperawatan King dapat dikembangkan dan diuji melalui riset.
2.      Prosedur lain dapat juga dengan menelusuri ulang dan dapat diteliti dengan pengembangan sembilan konsep utama teori Goal Attainment.
C.Kecukupan Logis (Logical Adeguacy)
Konsep teori ini diprediksi dapat menyesuaikan pada setiap perubahan, perkembangan iptek, sosial, ekonomi dan politik, karena sistem ini terbuka dan dinamis. Teori ini cukup adekuat dan logis karena beberapa konsep yang ada didukung oleh beberapa riset.
D.Manfaat (Usefulness).
Banyak riset dan studi yang mendukung teori ini berpusat pada aspek teknis perawatan klien dan system pelayanan keperawatan. Walaupun teorinya bersifat abstrak dan tidak dapat segera diaplikasikan secara konkrit pada praktek keperawatan dan program pendidikan keperawatan, namun bila berkenaan dengan situasi nyata maka teori ini harus terlebih dahulu didefenisikan, diidentifikasi dan diuraikan baru dapat diaplikasikan.
Perawat-perawat yang ingin mengaplikasikan teori ini pada praktek keperawatan, harus mempunyai pengetahuan dari konsep-konsep yang ada dalam teori pencapaian tujuan (Goal Attainment) dan memiliki kemampuan untuk membuat perencanaan keperawatan individu sambil mendorong partisipasi aktif pasien dalam fase pengambilan keputusan. Teori ini merupakan hasil riset dan dapat dikembangkan kembali melalui riset, sehingga teori ini masuk dalam desain kurikulum pendidikan keperawatan.
E.Generalisasi (Generalizability).
Teori pencapaian tujuan dapat dipergunakan dan menjelaskan atau memprediksi sebagian besar phenomena dalam keperawatan, tetapi teori ini juga mempunyai keterbatasan khususnya penerapan pada keperawatan klien yang tidak mampu berinteraksi dengan perawat, contohnya: Klien koma, bayi baru lahir dan pada kasus-kasus psikiatri.
F. Parsimony.
Konsep-konsep dari teori pencapaian tujuan dapat dijelaskan secara mudah dan dapat dipahami meskipun cukup komplek dan defenisi yang dikemukakan cukup jelas.
G. Testability.
Teori ini dapat memprediksi suatu kejadian/phenomena dalam keperawatan melalui penetapan hypothesis dalam penelitian.
2.2 KONSEP UTAMA THEORY IMOGENE M KING
Berdasarkan kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) dan asumsi dasar tentang human being, King menderivatnya menjadi teori Pencapaian Tujuan (Theory of Goal Attainment). Elemen utama dari teori pencapaian tujuan adalah interpersonal systems, dimana dua orang (perawat-klien) yang tidak saling mengenal berada bersama-sama di organisasi pelayanan kesehatan untuk membantu dan dibantu dalam mempertahankan status kesehatan sesuai dengan fungsi dan perannya. Dalam interpersonal systems perawat-klien berinteraksi dalam suatu area (space). Menurut King intensitas dari interpersonal systems sangat menentukan dalam menetapkan dan pencapaian tujuan keperawatan. Dalam interaksi tersebut terjadi aktivitas-aktivitas yang dijelaskan sebagai sembilan konsep utama, dimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan dalam setiap situasi praktek keperawatan, meliputi:
1.      Interaksi, King mendefenisikan interaksi sebagai suatu proses dari persepsi dan komunikasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan sebagai perilaku verbal dan non verbal dalam mencapai tujuan.
2.      Persepsi diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita, persepsi berhubungan dengan pengalaman yang lalu, konsep diri, sosial ekonomi, genetika dan latarbelakang pendidikan.
3.      Komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
4.      Transaksi diartikan sebagai interaksi yang mempunyai maksud tertentu dalam pencapaian tujuan. Yang termasuk dalam transaksi adalah pengamatan perilaku dari interaksi manusia dengan lingkungannya.
5.      Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi pekerjaannya dalam sistem sosial. Tolok ukurnya adalah hak dan kewajiban sesuai dengan posisinya. Jika terjadi konflik dan kebingungan peran maka akan mengurangi efektifitas pelayanan keperawatan.
6.      Stress diartikan sebagai suatu keadaan dinamis yang terjadi akibat interaksi manusia dengan lingkungannya. Stress melibatkan pertukaran energi dan informasi antara manusia dengan lingkungannya untuk keseimbangan dan mengontrol stressor.
7.      Tumbuh kembang adalah perubahan yang kontinue dalam diri individu. Tumbuh kembang mencakup sel, molekul dan tingkat aktivitas perilaku yang kondusif untuk membantu individu mencapai kematangan.
8.      Waktu diartikan sebagai urutan dari kejadian/peristiwa kemasa yang akan datang. Waktu adalah perputaran antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain sebagai pengalaman yang unik dari setiap manusia.
9.      Ruang adalah sebagai suatu hal yang ada dimanapun sama. Ruang adalah area dimana terjadi interaksi antara perawat dengan klien.
2.3 Asumsi Dasar King
Asumsi dasar King tentang manusia seutuhnya (Human Being) meliputi sosial, perasaan, rasional, reaksi, kontrol, tujuan, orientasi kegiatan dan orientasi pada waktu. Dari keyakinannya tentang human being ini, King telah menderivat asumsi tersebut lebih spesifik terhadap interaksi perawat – klien:
1.      Persepsi dari perawat dan klien mempengaruhi proses interaksi.
2.      Tujuan, kebutuhan-kebutuhan dan nilai dari perawat dan klien mempengaruhi proses interaksi.
3.      individu mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri.
4.      Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hal tersebut mempengaruhi kehidupan dan kesehatan mereka serta pelayanan masyarakat.
5.      Profesional kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap pertukaran informasi sehingga membantu individu dalam membuat keputusan tentang pelayanan kesehatannya.
6.      Individu mempunyai hak untuk menerima atau menolak pelayanan kesehatan.
7.      Tujuan dari profesional kesehatan dan tujuan dari penerima pelayanan kesehatan dapat berbeda.
Human being mempunyai tiga dasar kebutuhan kesehatan yang fundamental diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Kebutuhan terhadap informasi kesehatan dan dapat dipergunakan pada saat dibutuhkan.
2.      Kebutuhan terhadap palayanan kesehatan bertujuan untuk pencegahan penyakit.
3.      Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan ketika individu tidak mampu untuk membantu dirinya sendiri.
Perawat dalam posisinya, membantu: apa yang mereka ketahui, apa yang mereka pikirkan, bagaimana mereka merasakan dan bagaimana mereka melakukan kegiatan untuk memelihara kesehatannya.Karna tujuan keperawatan adalah “ Menolong individu,mempertahankan kesehatannya sehingga mereka dapat berfungsi dalam peran-peran mereka.Keperawatan dipandang sebagai proses interpersonal aksi,reaksi,interaksi dan transaksi.
1.      Aksi,merupakan proses awal hubungan 2 individu dalam berprilaku,dalam memahami/mengenali kondisi yang ada dalam keperawatan dengan digambarkan hubungan keperawatan dengan klien melakukan kontrak / tujuan yang diharapkan.
2.      Reaksi adalah suatu bentuk kerja sama yang terjadi akibat dari adanya aksi,dan merupakan respon dari individu.
3.      Interaksi merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling mempengaruhi antara perawat dengan klien yang terwujud dalam komunikasi.
4.      Transaksi merupakan kondisi dimana antara perawat dengan klien terjadi suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

 BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan model konsep teori keperawatan king,dapat disimpulkan bahwa konsep keperawatan menurut king adalah sebagai proses aksi,reaksi,dan interaksi perawat degan klien yang secara bersama-sama memberikan informasi tentang persepsi mereka dalam situasi keperawatan dan sebagai proses interaksi humanis antara perawat degan klien yang masing –masing merasakan situasi dan kondisi yang berlainan,dan melalui komunikasi mereka menentukan tujuan,mengekplorasi maksud,dan menyetujui maksud untuk mencapai tujuan.


DAFTAR PUSTAKA
·         Chin, P. L .,& Jacobs, M.K, 1983. Theory and nursing : a systematic approach. St. Louis : The CV Mosby Co.
·         Fitzpatrick, JJ., & Whall, AL ; 1989. Conceptual models of nursing : analysis and application. Norwalk : Appleton and Lange.
·         George, J.B, 1995. Nursing theories : the base for professional nursing practice. 4 th end. Norwalk : Appleton & Lange.
·         Hidayat, Aziz Alimul, 2004. Pengantar konsep Dasar keperawatan. Jakara: Salemba Medika
·         Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan praktik Edisi 4. Jakarta : EGC.