Kamis, 05 Januari 2012

ANTROPOLOGI PUSKESMAS DENGAN PUSKESMAS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar  Belakang
Dalam sistem medis tradisional, manusia banyak menghubungkan penyakit dengan hal-hal gaib. Misalnya karena gangguang roh jahat, dan lain-lain. Maka manusia pun pergi ke dukun-dukun dan melakukan berbagai ritual untuk mengusir roh jahat tersebut. Saat ini kita telah banyak mengenal sistem medis modern. Namun, apakah sistem medis modern ini juga merupakan sistem yang efektif untuk mencari kesembuhan?, khususnya bagi masyarakat yang jauh dari hirup pikup kota mereka menuju rujukan pertama yaitu puskesmas.
Upaya kesehatan perorangan di puskesmas terkait dengan perilaku sakit dan perilaku pencarian pengobatan pada orang sakit. Pengertian sakit (illness) berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, sedangkan penyakit (disease) berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ tubuh berdasarkan diagnosis profesi kesehatan (Rosenstock, 1974). Sakit belum tentu karena penyakit, tetapi selalu mempunyai relevansi psikososial. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mencari sumber pengobatan yang sesuai (Kasl, 1966).
Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas masalah antropologi kesehatan pada puskesmas yang merupakan tempat rujukan utama pelayanan kesehatan khususnya bagi masyarakat dipedesaan yang dikarnakan banyak faktor penunjang sebagai pelayanan yang mendasar untuk penyembuhan.


1.2  Tujuan
a.       Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menggali tentang edukation antropologi yang mempelajari pusat kesehatan rujukan utama yaitu PUSKESMAS sebagai tempat rujukan utma pelayanan kesehatan khususnya dipedesaan.
b.      Tujuan khusus
Agar kita semua mampu mempelajari perkembagan ilmu pengetahauan yang semakin canggih karena antroplogi bergulir seiring berjalannya zaman.
1.3  Manfaat
Adapun manfaat dari materi ini adalah untuk memahami pentingnya menelusuri pola-pola prilaku sehat dan sakit khususnya dipedesaan yang merujuk ke PUSKESMAS sebagai bentuk pelayanan utama dan mengetahui apakah ada perubahan prilaku terdahulu dengan sekarang.

 BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian antropologi kesehatan
Foster and Anderson  (1996 ) antropologi kesehatan adalah disiplin ilmu yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio  budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentangg cara-cara interaksi antara keduanya  disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia.
Rudolf Virchow, ahli patologi Jerman terkemuka, yang pada tahun 1849 menulis apabila kedokteran adalah ilmu mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka apa pula ilmu yang merumuskan hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial,  untuk menjadikan efektif hal-hal yang  inheren dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran dapat melihat struktur sosial yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran dapat ditetapkan sebagai antropologi.Tahun 1963Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul “Antropologi Kesehatan”dan Paul membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat.
2.2 Pengertian Puskesmas
            Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah desa/kelurahan atau dusun (Depkes, 2003).
2.3  Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer
Foster (1981) mengembangkan Pelayanan Kesehatan Primer (PKP) sesudah dikenal sebagai Primary Health Care (Alma Alta 1978). Deklarasi ini bertujuan untuk mengurangi ketidakadilan pada sistem pelayanan kesehatan nasional negara berkembang seperti Indonesia.
Deklarasi ini juga menetapkan bahwa kesehatan adalah suatu hak asasi manusia dan upaya meningkatkan derajat kesehatan setinggi mungkin merupakan tujuan sosial yang penting.
Puskesmas adalah satu bidang perhatian antara kesehatan terapan ,Primary Health Care/PKP, merupakan integrasi antara segi biomedisin penyakit umum dan pencegahan penyakit dalam rangka penanggulangan masalah-masalah kesehatan dan peningkatan tingkat kesehatan penduduk melalui PKM, posyandu, dasawisma maupun program KB
2.4 Visi Puskesmas
     Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat . Kecamatan sehat mencakup empat indikator utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
2.5 Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat. Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat (Depkes, 2003).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perumusan Masalah
Puskesmas merupakan kontak tingkat pertama dari individu, keluarga, dan komunitas dengan sistem kesehatan nasional yang membawa pelayanan kesehatan sedekat mungkin pada kehidupan dan pekerjaan penduduk. Membentuk unsur pertama (dasar) dari suatu proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.
Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup tiga sektor yang saling berkaitan yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Perilaku berobat umumnya dimulai dari pengobatan sendiri, kemudian apabila tidak sembuh dilanjutkan ke pengobatan medis atau pengobat tradisional. Demikian juga dari pengobatan medis dapat dilanjutkan ke pengobat tradional, atau sebaliknya.
      Dalam upaya penanggulangan penyakit anak balita umumnya penduduk di daerah pedesaan memilih pengobatan sendiri bila sakit untuk tingkat keparahan ringan, pengobatan medis untuk tingkat keparahan sedang, dan pengobat tradisional untuk tingkat keparahan berat (Kasniyah, 1983).
      Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional 2003 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan sebelum survai dilakukan sebesar 23,92%. Perilaku pencarian pengobatan rawat jalan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit 33,11% memilih berobat jalan ke puskesmas, sisanya melakukan pengobatan sendiri, pengobatan medis, pengobat tradisional dan tidak berobat (BPS, 2003). Masalah penelitian adalah belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penduduk yang mengeluh sakit memilih rawat jalan dan rawat inap di puskesmas.
3.2 Antropolgi dengan pelayanan kesehatan primer ( PUSKESMAS )
Dalam hal ini antropologi mencoba menelisik megenai pola pelayanan kesehatan primer ( PUSKESMAS ) bahwa puskesmas hanya memberikan pelayanan pada rujukan pertama yang terdapat di pedesaan atau terletak dikecamatan yang tidak kompleks.Tak jarang juga ada puskesmas yang mempunyai fasilitas terpenuhi karena merupakan tempat rujukan yang mendasar atau utama, namun ada beberapa puskesmas juga yang telah menyediakan rawat inap. Namun Puskesmas juga merupakan alternatif yang cukup membantu bagi masyarakat dipedesaan karena terjangkau terkecuali harus dilakukan rujukan lanjut yaitu RUMAHSAKIT, apabila dipuskesmas tidak mampu lagi menanganinya.
            Antroplogi juga menemukan bahwa masyarakat desa juga tak semuanya mau bertindak cepat untuk datang ke Puskesmas karena pengetahuan yang kurang karena kurang tersentuh dengan promosi kesehatan, sikap dan kepercayaan yang kurang terhadap pelayanan kesehatan.
Masalah-masalah, kendala, potensi, perubahan baik yang bersumber pada penduduk resipien maupun yang bersumber pada institusi pemberi pelayanan atau komunikator gagasan, nilai & perilaku menguntungkan kesehatan tersebut.
Sistem kebudayaan kesehatan tradisional komunitas resipien (khusus)
Sistem institusi formal pemberi pelayanan kesehatan biomedis
Interaksi pelayanan antara petugas kesehatan & pasien Anggota-anggota komunitas resipien lainnya, sarana program PKP.
3.3 Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Prilaku Pasien Yang berobat ke Puskesmas
Adapun dalam hal ini antropologi mencoba menelti dan melihat  beberapa faktor pendukung pada prilaku pasien yang berobat kepuskesmas, Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai berikut. 
a.       faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
b.      faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada, dan penanggung biaya berobat.
c.       faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.
            Berdasarkan teori tersebut antropologi menemukan konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penduduk sakit mencari pengobatan ke puskesmas yaitu karena  usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tempat tinggal dipedesaan serta karena kebutuhan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa antropologi mencoba mempelajari kaitannya dengan pelayanan kesehan primer ( PUSKESMAS ) dan megerti  Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat di puskesmas adalah belum/ tidak bekerja, status ekonomi tidak mampu, tempat tinggal di pedesaan dan tidak ada penanggung biaya berobat. Disamping itu juga melihat perkembangan sekarang pada usaha pemerintah yang berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya bagi masyrakat yang kurang mampu yakni program BLT dan Askes supaya bias meringankan bagi mereka.
4.2 Kritik dan Saran     
 Disarankan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada penduduk berpendidikan rendah, tidak bekerja, status ekonomi tidak mampu, tempat tinggal di pedesaan, dan membayar sendiri biaya pengobatan, peran puskesmas menjadi sangat penting. Penetapan retribusi untuk pasien rawat jalan dan biaya rawat inap sebaiknya tidak menjadi hambatan bagi mereka yang paling membutuhkan pelayanan puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
a.      Andersen R. 1968. A Behavioral Model of Families Use of Health Services. Research Series 25, The University Chicago.
b.      Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics) 2002. Jakarta, 2003: 70-91. 
c.       Depkes, 2003. Kebijakan dasar Puskesmas (Menuju Indonesia Sehat 2010). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
d.      Kalangie, Nico S, 1984. “The Hierarchy of Resort to Medical Care Among the Serpong villagers in West Java”. Dalam Seminar Peranan Univesitas Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Untuk Menunjang Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta: 43-48.
e.       Kasl, Stanislav & Sidney Cobb, 1966. “Health Behavior, Illness Behavior and Sick Role Behavior”. Dalam  Archives of Environmental Health, 12: 246-266.    
f.       Kasniyah, Naniek, 1983. Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Sistem Pengobatan, Khususnya Penanggulangan Penyakit Anak-anak balita Pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Tesis Program Studi Antropologi Kesehatan, UI, Jakarta: 90. 
g.      Rosenstock, Irwin M., 1974. The Health Belief and Preventive Health Behavior. Health Education Monograph, 2(4): 354.
h.      Soesmaliyah Soewondo, dkk, 1983. Pemanfaatan Puskesmas Ditinjau dari Aspek Sosiologi dan Aspek Psikologi. Laporan Penelitian Lembaga Riset Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar